“…. bersyukur. Allah SWT memberi saya kesempatan untuk menyelami Kabupaten yang kaya raya dengan anugerah-Nya, Ngada. Kain tenun yang indah, yang dihasilkan dengan tangan penenun dan hasil bumi. Kopi yang sedap, yang melimpah dan terkenal ke seluruh penjuru dunia. Makanan yang luar biasa sedap dan sehat dari dapur sederhana. Kampung Adat Megalith yang berdiri megah dan menjaga lingkungannya. Semangat kebersamaan dan gotong royong yang tak pernah lekang oleh waktu. Bumi yang sesungguhnya, kolaborasi yang apik antara alam dan manusia. ‘Dunia lain’ yang akhirnya bisa saya nikmati di sisa waktu saya. Inilah Indonesia-ku.. ” – Sofia Sari Dewi-
Tahun 2016 sungguh penuh anugerah bagi saya. Sebagai Desainer mode yang lahir dan besar di Indonesia (Yogyakarta), saya mencintai negeri ini dengan segala isinya dan sadar betapa Indonesia adalah perpustakaan raksasa yang mampu membuat jari menari untuk berkarya. Karenanya saya mengusung spirit Indonesia yang kekinian dalam setiap karya. Saya menyebutnya Modern Indonesia, sejak tahun 2013 saya sudah menjalani hari-hari Indonesia kekinian dalam penampilan saya.
Sempat merasa hampa di awal 2016, dalam benak saya terpikir tentang pesona kain tenun di luar Jawa. Hampir putus asa karena kendala relasi dan kesempatan. Hingga akhirnya Badan Ekonom Kreatif (BEKRAF) Indonesia memanggil saya untuk mengikuti seleksi Innovatif dan Kreatif melalui Kolaborasi Nusantara (IKKON) dan alhamdulillaah saya terpilih untuk mengikuti Live In Designer di Kabupaten Ngada – Flores, NTT. Baru saya tahu makna istilah : semua akan indah pada waktunya..
Dikirim ke Kabupaten Ngada bersama 9 teman dari lintas disiplin ilmu dan seorang mentor, Pak Ayip Budiman. Bersyukur mendapat tim yang memiliki ilmu dan pengalaman jauh lebih banyak dibanding saya, saya yakin akan mendapat banyak pelajaran berharga dalam ekspedisi ini.
“IKKON adalah program terbaik yang pernah saya temui. IKKON adalah pintu gerbang masa depan dunia desain yang mengedepankan prinsip sustainable dan kolaborasi bertanggung jawab antara desainer dengan pengrajin daerah. IKKON adalah jalan keluar bagi masa depan Indonesia untuk merajai negeri sendiri, mengembangkan ekonomi kreatif dan mensejahterakan bangsa ecara mandiri dan merata. IKKON membukakan pikiran saya tentang kekayaan Indonesia yang sebenarnya, yang sebelumnya hanya saya baca di buku dan internet, akhirnya saya jumpai.
******
Kami semua menjelma menjadi pejuang tangguh yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Berangkat dari Jakarta jam2 dini hari dan tiba di Bajawa di tengah hari itu rasanya seperti terbangun dari tidur di ‘dunia lain’ dengan tantangan yang luar biasa menyenangkan. Kabupaten Ngada itu sudah mencerminkan kepribadiannya bahkan sejak saya pertama kali menginjakkan kaki di Bandara, tidak pernah hilang senyum dari wajah mereka, dan selalu mengucap “Hallo” kepada semua orang yang dijumpai, orang asing sekalipun. Ini yang saya rindukan dari Indonesia di wilayah saya dibesarkan..
Dengan koordinasi yang pik dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah selalu siap membantu sejak awal, membuat saya terharu betapa tulusnya para pamong praja ini. Memasuki lingkaran selanjutnya adalah warga desa adat dengan kejujuran berbudaya, mengajarkan saya bahwa hidup itu memiliki makna yang lebih besar selain ‘memperkuat’ diri sendiri. Tuhan sudah menciptakan dunia ini dengan segala keseimbangannya.
Dan dengan segala keterbatasannya, Ngada tidaklah kekurangan. Ngada justru kaya raya dengan keluhuran budi dan sumber alamnya. Bayangkan, kejeniusan penduduk Ngada sudah ada sejak dulu, tercermin dari bentuk bangunan rumah yang dibangun dengan sistem knock down. Tidak perlu teknologi canggih, pengawetan atap sirap cukup dengan asap. Supaya kayu tidak mudah lapuk dalam tanah cukup dibungkus dengan ijuk. Untuk sarapan sehat cukup dengan Kopi panas dan singkong/pisang rebus. Dan untuk ‘membangunkan’ diri sepanjang hari cukup dengan mandi air dingin di subuh hari. Juga pola anyaman yang akhirnya mendunia. Itu baru segelintir cerita yang tak cukup diungkapkan lewat kata, Anda harus datang dan melihatnya sendiri. Saya sungguh jatuh cinta dengan setiap filosofi alam Ngada. Dan saya yakin, Anda juga akan begitu.
Dengan basic Fashion Mode, tentu saya sangat tertarik dengan kain tenun, bagaimana cara pembuatannya dari awal hingga akhir. Sungguh luar biasa alurnya hingga terbentuk kain yang indah. Memintal benang, mengikat motif, mencelup pewarna serta menenun benang helai demi helai dengan seperangkat alat tenun kayu tradisional. Dengan lincahnya, jemari mama-mama Ngada menyelaraskan lajur benang dan menjadikannya sehelai kain tenun khas Ngada yang terkenal itu.
Tetapi… Saya sempat sedih melihat sebagian besar penenun menggunakan benang jadi, mereka tidak lagi membuatnya dari bahan mentah. Mereka bisa, akhirnya memilih kepraktisan. Begitu juga dengan pewarnaan, kehadiran warna sintetis menjadi primadona karena hemat waktu dan tenaga. Sementara jika mempertahankan keasliannya, dengan memintal benang sendiri dan menggunakan pewarna alam, justru gratis, ditana sendiri dan dikerjakan sendiri. Well .. Semua berproses dengan dunia modern, dan untuk mengembalikan keasliannya tentu juga perlu proses. Saya yakin alam semesta akan mendukung. Optimis!
Melalui kolaborasi ini saya berusaha memahami dan melengkapi apa yang selama ini sudah berjalan. Menikmati keseharian, bercengkerama, melebur bersama, karena saya menyadari bahwa kesesuaian ‘bahasa’ akan sangat memudahkan komunikasi dan pemahaman satu sama lain. Kabupaten Ngada memiliki banyak ilmu terpendam yang dunia luar belum banyak tahu. Dan saya bersyukur bisa mengenyam beberapa di antaranya.
*****
Hidup sederhana dengan segala sesuatu yang dikembalikan pada filosofi fungsional setiap produk yang sudah dihasilkan. Beberapa di antaranya menginginkan kehadiran sentuhan modern, namun masih belum maksimal karena tidak didampingi secara rutin. Inilah kenapa negara mengirim kami ke Ngada. Untuk bersama-sama menyamakan frekuensi dan menghasilkan sesuatu yang siap pakai dan siap jual dengan value yang lebih tinggi dan tetap sustainable.
Selama beberapa bulan menjalani live in membuat saya justru tertarik dengan banyak hal selain mode. Alasan mendasar saya mendalami mode juga karena berkaitan dengan style dan styling. Berangkat dari passion inilah saya akhirnya menekuni beberapa hal yang menurut saya bisa saya terapkan di Ngada.
Kampung adat Tololela telah lama mengembangkan kuliner untuk tamu gust house, makanannya sangat enak! Saya tergelitik untuk membantu membuat plating atau penyajian dengan gaya ke-Ngada-an. Berkolaborasi dengan Desainer Produk, akhirnya kami membuat penyajian makanan dengan anyaman dan bambu. Selain penyajian, saya juga senang memasak bersama mama-mama dan akhirnya menghasilkan beberapa menu baru untuk mengisi saat santap bagi turis yang menginap.
Saya juga tertarik untuk berkreasi dengan kain yang diproduksi mama-mama ngada menjadi sehelai baju. Cukup menggunakan pola sederhana. Baju berbentuk kotak dan full tenun mampu menghasilkan kolaborasi sempurna tentang kain tenun yang kekinian, namun mudah diikuti warga Ngada. Mengingat regenerasi penenun semakin susah karena modernisasi dan urbanisasi, maka saya punya cita-cita untuk membentuk tim yang solid antara mama penenun dan anaknya, mama bisa membuat shawl dan anak bisa membuat baju dari shawl mamanya. Tanpa perlu mesin jahit, cukup dengan tangan saja karena tidak perlu menggunakan ritselting maupun kancing. Buat saya, sederhana dan full tenun bukan berarti tidak kekinian, sederhana dalam hal ini juga sebagai bentuk menghargai apa yang mereka bisa saat ini namun bisa tetap mengajak mereka melakukan sesuatu yang lebih, sesuai dengan kemampuan saat ini. Bukan mustahil untuk mengembangkan, tapi menjalin komunikasi yang bagus untuk meraih sebuah pengertian bersama akan lebih mudah mengantarkan kolaborasi ini secara positif.
Dan dalam perjalanan saya mendapat kesempatan untuk mengenal beberapa guru pewarna alam, dan bisa belajar lebih dalam untuk bisa saya share dalam program di Ngada. Saya memiliki cita-cita untuk tetap memudahkan pekerjaan penenun namun tetap dengan jalur sustainability yang sesungguhnya. Salah satunya dengan pasta indigo, yaitu memproses daun indigo (atau Nila namanya di Ngada) dengan dicampur kapur untuk mendapatkan pewarnaan yang lebih cepat dan pekat dibandingkan dengan indigo cair. Beberapa kali saya sudah berhasil memperkenalkan pasta indigo inid alam beberapa kesempatan, yaitu saat tie dye workshop di Tololela, saat pameran pembangunan di Lapangan Kartini bersama warga Ngada yang hadir, dan saat melakukan experience journey ke Kampung Bena.
Selain sebagai Desainer Mode, saya menjalani profesi sebagai lifestyle blogger dan sempat mengenyam karir dalam dunia entertainment, hal itu menggugah minat saya untuk mendalami pariwisata Ngada. Karenanya di awal perjalanan, saya mencoba untuk mengungkapkan sebuah ide ‘roadshow’ bagi pameran IKKON 2016 dan alhamdulillaah difasilitasi dengan diskusi dan pemahaman bersama dan menghasilkan sebuah experience journey. Beruntung sekali mendapatkan tim yang solid dan memahami satu sama lain.
Dalam perjalanan ini saya juga bersyukur diberi kesempatan untuk membantu tim memanage keuangan dan membuat laporan administrasi kepada Bekraf. Bukan sesuatu hal yang baru untuk saya, namun mendapat kepercayaan besar untuk belajar lebih dalam dan melatih tentang multitasking. Terima kasih..
IKKON Ngada 2016 adalah pencapaian terbaik saya sebagai manusia di dunia. Bukan berlebihan, karena saya merasa lahir sebagai individu baru yang jauh lebih bersyukur dan lebih mencintai ‘kekayaan Indonesia’. Saya berharap pemerintah tetap melakukan ekpedisi berkala dengan IKKON-IKKON selanjutnya untuk mendalami potensi lokal dan memajukan roda ekonomi kreatif di Indonesia. Desainer Indonesia masa kini tidak akan hanya membeli kain, melainkan melebur kolaborasi sehingga pengrajin daerah bisa mandiri. Agar cita-cita untuk menjadikan Ekonomi kreatif sebagai pemasukan utama negara dapat terwujud di 2025. Semangat untuk Indonesia!
Sofia Sari Dewi
Comments are closed.