Pagi ini aku akan menuliskan sebuah cerita yang selama sebulan ini menghantui pikiranku. Sebuah cerita dari seorang tukang nisan yang saya temui di daerah Bokoharjo Yogyakarta.
Bulan lalu, saya dan ibu memesan sebuah batu nisan untuk acara 1000harian Alm nenek saya. Menurut adat biasanya di hari ke 1000 itulah batu nisan dipasang dalam kubur.
Kami sudah deal harga dan modelnya. Juga bagaimana detail tulisan di marmernya nanti.
Sambil menunggu administrasi selesai, saya dan ibu dijamu wedang sekoteng oleh istri dari tukang Nisan ini. Dan sambil menikmati hangatnya tenggorokan yang diguyur wedang sekoteng, kami mendengarkan sebuah cerita.
Sudah siap untuk mendengarkannya…? Ini bukan cerita horor tentu saja.. Ini adalah kisah nyata dari seorang Kakek yang merasa bahwa hidupnya sudah tak lama lagi karena rambutnya yang memutih dan kulitnya yang keriput.
Kakek ini sudah rutin datang setiap bulan selama 2 tahun terakhir. Ditemani oleh anak laki-laki kesayangannya. Pertama kali datang, beliau memesan sebuah nisan ukuran untuk laki-laki yaitu untuknya. Beliau mengatakan bahwa beliau tidak ingin menyusahkan keluarganya karena harus membuatkan batu nisan yang mahal. Beliau akan menyiapkannya sendiri.
Allahu Akbar, atas kehendak-Nya di bulan berikutnya, Kakek tersebut masih sehat-sehat saja dan datang menengok nisannya. Dan karenanya maka nisan itu akhirnya dijual oleh tulang nisan. Esok harinya si Kakek kembali datang dan menemui nisan pesanannya tidak ada, beliau memesan lagi. begitu seterusnya hingga 2 bulan lalu.
Kakek itu tidak datang melainkan anak perempuannya. Menanyakan apakah nisan pesanan Bapaknya sudah siap.
Si Tukang Nisan kaget, “Bapak kemana Bu? Apakah Bapak sudah meninggal?”
Ibu tersebut menjawab, “Bapak saya alhamdulillAh sehat Pak, tapi kakak laki-laki saya yang biasanya mengantar Bapak kemari sudah dipanggil Allah SWT lebih dulu. Bapak masih shock jadi lebih baik di rumah dan meminya saya untuk datang kemari dan memesan nisan untuk kakak saya”
Mendengar itu, Saya dan Ibu berpandangan, “Innalillaahi wa innalillaahi roji’uun”
Tukang Nisan bilang, “Secara logika memang antrian kematian sarat dengan usia. Makin Banyak angka usia maka makin dekat dengan tanah. Namun Jika Allah berkehendak, siapa yang bisa mengelak”
Intinya, Tidak ada ilmu matematika secara pasti yang bisa menjamin makin banyak umur makin dekat dengan kubur.
Betul sekali.
apakah kalian juga pernah mendapat cerita yang sama…? Apakah kalian pernah mengira jatah hidup kalian panjang? Kita tidak pernah tahu namun bolehlah kita berpikiran positif bahwa hidup itu harus diisi hal baik supaya kapanpun dipanggil inshaAllah cukup bekalnya.
Perbanyaklah meluangkan waktu bersama keluarga dan orang-orang yang dikasihi. Perbanyaklah memberi kebahagiaan pada orang lain dan diri sendiri dibandingkan meninggalkan luka di hati dan memori beberapa orang.
Perbanyak bersyukur dan sering-sering meminta maaf dan mohon ampun, baik pada orang tua maupun orang sekitar yang tetiba menjauhimu pastinya bukan tanpa alasan.
Hidup dengan jujur. Jujur sama diri sendiri, sama orang lain, sama lingkungan dan membuka diri untuk menerima cobaan dan yakin bisa melaluinya.
Beberapa kalimat di atas sering saya dengar ketika saya bersilaturahmi dengan tetangga sekitar yang sudah sepuh (tua). Mendengarnya rasanya gimana gitu. Karena betapa bahagianya hidup mereka ini, pola pikirnya simple. Dan lebih banyak legowo.
Tulisan ini bukan untuk membuat kita terpojok dalam kehidupan. Cerita di awal tadi sering melintas di pikiran ketika sedang luang, karenanya saya coba untuk menuliskannya di sini.
Selamat Pagi! Selamat Hari Senin dan semoga harimu menyenangkan 🙏😇🌻
Comments are closed.